Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Dapatkah pemegang saham memecat Direksi perusahaan? Bagaimana prosedur yang harus dijalani dan Undang-Undang apa yang diterapkan? Berikut uraian rincinya.

Dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas, Direksi atau direktur memang menempati posisi kepemimpinan tertinggi. Namun, posisi direktur juga dapat diberhentikan oleh pihak yang memiliki kuasa lebih besar terhadap perusahaan, yakni pemegang saham atau stakeholders.

Jika situasi ini terjadi di Indonesia, undang-undang manakah yang diterapkan serta bagaimana pengaturan pesangon dan pemenuhan hak bagi direktur yang diberhentikan? Berikut adalah penjelasannya.

Apa yang dimaksud dengan Direksi dan Dewan Komisaris?

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

 

Sebelum membahas tentang pemberhentian Direktur atau Dewan Komisaris, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami definisi dan peran dari kedua posisi tersebut. Definisi sederhana yang dicatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa direktur adalah seseorang yang menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu perusahaan.

Sebagai pemegang pimpinan tertinggi, direktur memiliki tugas utama untuk memberikan bimbingan dengan mengarahkan dan memberikan nasihat serta bantuan yang diperlukan oleh bawahan atau karyawannya. Hal ini tentu harus sejalan dengan visi dan misi perusahaan serta bertujuan untuk memajukan perusahaan yang dipimpinnya.

Sementara itu, definisi yang sedikit berbeda diberikan kepada Dewan Komisaris. Meski sama-sama memegang posisi kepemimpinan tertinggi, Dewan Komisaris terdiri dari beberapa orang anggota yang saling bekerja sama satu sama lain dalam mengurus dan memimpin perusahaan.

Konsep di atas bisa menjadi dasar penentuan peran dan definisi direktur menurut kacamata hukum. Jika dikaitkan dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia, istilah ‘direktur’ yang merujuk pada pimpinan perusahaan sebenarnya tidak lagi digunakan. Istilah yang lebih dikenal untuk posisi tersebut adalah ‘Direksi’, seperti yang dicantumkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Dalam undang-undang tersebut, Direksi termasuk ke dalam Organ Perseroan dan didefinisikan sebagai pihak yang memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh untuk mengurus perseroan sesuai kepentingan, maksud, dan tujuan perseroan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar.

Sementara itu, definisi dari Dewan Direksi yang juga dikenal dengan istilah Dewan Komisaris adalah pihak yang melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Siapa yang bisa menjabat sebagai Direksi?

Direksi diangkat dan diberikan wewenang untuk memimpin perusahaan oleh pemegang saham melalui RUPS. Dalam Perseroan Terbatas, posisi Direksi dapat diisi oleh satu orang atau lebih. Berikut adalah beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjabat sebagai Direksi, sesuai uraian yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  1. Seseorang yang diangkat menjadi Direksi harus merupakan orang yang mampu dan cakap dalam melakukan perbuatan hukum, terutama untuk memimpin suatu perusahaan.
  2. Yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena tindak pidana dalam sektor keuangan yang merugikan perusahaan atau negara.
  3. Yang bersangkutan tidak pernah menjadi anggota Direksi maupun anggota Dewan Komisaris yang pernah dinyatakan bersalah atau menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.

Selain tiga syarat utama di atas, RUPS juga memiliki hak untuk memberikan persyaratan khusus atau tambahan yang disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan perusahaan.

Seluruh proses rekrutmen Direksi beserta anggotanya juga diatur dan dibawahi secara langsung oleh RUPS, dari proses pencalonan, pengangkatan, penggantian, hingga pemberhentian.

Dalam beberapa kasus tertentu, karyawan dapat pula diangkat menjadi Direksi. Berbeda dengan Direksi yang ditentukan berdasarkan RUPS dan Anggaran Dasar Perusahaan, Direksi yang berasal dari karyawan ditentukan melalui perjanjian kerja dengan Dewan Komisaris.

Status Direksi dalam sebuah perusahaan

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Status Direksi dalam sebuah perusahaan telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Menurut undang-undang ini, Direksi tidak dikategorikan sebagai pekerja atau karyawan, melainkan sebagai pengusaha yang mengurus dan menjalankan perusahaan, baik perusahaan milik sendiri maupun milik orang lain.

Hal ini merupakan simpulan dari isi UUK Pasal 1 ayat (5) yang menguraikan tentang pengertian dan peran pengusaha.

Lebih lanjut, status Direksi juga diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 94 ayat (1) serta Pasal 92 ayat (1) dan (2). Berdasarkan penjelasan yang diuraikan dalam pasal-pasal tersebut, Direksi adalah posisi pimpinan yang ditentukan dan diangkat dalam proses Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Direksi yang telah dipilih mengemban tugas-tugas tertentu yang berhubungan langsung dengan kepentingan serta visi dan misi perusahaan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Direksi dan pemilik perusahaan atau pemegang saham memiliki hubungan yang dibangun berdasarkan prinsip kepercayaan (fiduciary duties) dan pemberian amanat (legal mandatory).

Tidak seperti karyawan dan manajemen perusahaan yang bersifat subordinasi, Direksi dan pemegang saham sama-sama membangun koordinasi atau partnership yang setara dan saling berhubungan.

Berbeda halnya dengan karyawan yang diangkat menjadi Direksi. Dalam kasus ini, Direksi tersebut masih menyandang status sebagai karyawan di samping memiliki tugas untuk menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, sejumlah hak karyawan juga masih melekat kepada Direksi yang bersangkutan.

Saat diberhentikan pun, Direksi yang mulanya merupakan karyawan ini bisa dilepas posisinya dan diturunkan jabatannya menjadi karyawan kembali jika tidak dikeluarkan secara penuh dari perusahaan.

Meskipun begitu, aturan mengenai ketetapan ini bisa berbeda bagi masing-masing perusahaan karena disesuaikan dengan Anggaran Dasar dan ketentuan perusahaan tersebut.

Tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas (PT)

Tugas, tanggung jawab, serta kewajiban Direksi dan Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas juga telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007. Dalam Pasal 92 ayat (1), undang-undang yang membahas segala hal mengenai perseroan terbatas tersebut secara jelas menyebutkan bahwa tugas dan tanggung jawab utama dari seorang Direksi adalah menjalankan dan mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Selain mengurus setiap bidang usaha suatu perseroan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, Direksi juga memiliki wewenang lain yang tidak kalah penting. Direksi berwenang untuk mewakili perseroan yang dipimpinnya dalam urusan terkait di luar maupun di dalam pengadilan. Realisasi dari kewenangan tersebut dilakukan semata-mata untuk kepentingan perseroan itu sendiri.

Tugas dan peran dari Dewan Komisaris pun turut diuraikan dalam undang-undang ini, yakni dalam Pasal 108 ayat (1). Karena dipilih oleh pemegang saham, komisaris dapat dikatakan sebagai wakil dari pemegang saham yang berhubungan secara langsung dengan perusahaan.

Jika Direksi bertugas untuk mengurus dan memimpin perusahaan, tugas dari Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan serta bagaimana kebijakan tersebut dijalankan di dalam perusahaan. Selain itu, Dewan Komisaris juga bisa memberikan nasihat secara umum kepada Direksi yang memimpin perusahaan.

Uraian mengenai tugas dan tanggung jawab Direksi serta Dewan Komisaris sebenarnya dapat disimpulkan dalam konsep fiduciary duties. Secara bahasa, fiduciary berarti tanggung jawab yang erat kaitannya dengan pengelolaan saham atau dana yang tersedia di dalam suatu perusahaan secara baik, tepercaya, dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Tanggung jawab yang sama juga dimiliki oleh branch atau cabang dari dewan Direksi, yakni direktur keuangan.

Secara umum, tugas dari Direktur atau Direksi Keuangan adalah menyampaikan laporan tahunan kepada Rapat Umum Pemegang Saham setelah melalui proses pengkajian dan persetujuan oleh Dewan Komisaris.

Poin-poin yang harus dimasukkan dalam laporan keuangan meliputi laporan arus kas, laba dan rugi, perubahan ekuitas, serta catatan-catatan tambahan yang berhubungan dengan poin-poin di atas.

Selain itu, laporan yang disampaikan juga harus mencantumkan perbandingan aktivitas keuangan pada tahun sebelumnya. Seluruh poin yang dilibatkan harus disusun berdasarkan akuntansi keuangan.

Pemecatan Direksi oleh pemegang saham, undang-undang manakah yang diterapkan?

Seperti yang telah disebutkan dalam uraian di atas, Direksi dan pemegang saham memiliki hubungan yang bersifat kerja sama atau partnership. Namun, keduanya memiliki kuasa dan wewenang yang berbeda meski sama-sama berperan sebagai bagian dari Organ Perseroan.

Dalam beberapa kasus tertentu, pemegang saham dapat memecat atau memberhentikan kerja sama dengan Direksi saat pihak yang bersangkutan dianggap tidak lagi mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Pemberhentian Direksi oleh pemegang saham melalui RUPS diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 105 ayat (1) serta Pasal 106 ayat (1) dan (4).

Pasal 105 pada undang-undang ini menjadi landasan hukum yang menyatakan bahwa RUPS dapat melakukan pemberhentian jika Direksi tidak lagi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, melakukan tindakan yang bisa merugikan perusahaan, atau karena alasan lain yang dinilai sesuai oleh RUPS.

Keputusan RUPS untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan atau karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS. (UUPT Pasal 105 ayat (1))

Meski demikian, pemberhentian Direksi oleh pemegang saham tidak dapat dilakukan begitu saja. Diperlukan proses yang terperinci serta dilakukan dalam waktu yang tidak sebentar. Dalam kasus ini, Dewan Komisaris yang berperan sebagai pengawas diberikan wewenang untuk memberhentikan Direksi secara sementara agar kepentingan perusahaan tidak terabaikan selama masa pemberhentian Direksi. Hal ini sesuai dengan poin yang disampaikan dalam Pasal 106 ayat (1) dan (4) UUPT Tahun 2007.

Prosedur pemberhentian Direksi

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Jika dalam masa jabatannya seorang Direksi lalai menjalankan tugas hingga dinyatakan bersalah dan harus diberhentikan, proses pemberhentian tersebut harus sesuai dengan prosedur pemberhentian Direksi yang diatur dalam UUPT Tahun 2007. Pemberhentian atau pemutusan kerja sama yang dimaksud dapat berupa pemberhentian secara penuh maupun pemberhentian sementara.

Pemberhentian secara penuh oleh RUPS

Pemegang saham berhak untuk memberhentikan Direksi sewaktu-waktu dengan menyampaikan alasan pemberhentian dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Setelah melalui proses musyawarah dalam RUPS, Direksi kemudian akan dikabarkan mengenai rencana pemberhentian sebelum keputusan final untuk memutuskan kerja sama diambil kedua belah pihak.

Rapat umum mengenai pemberhentian Direksi tidak hanya dihadiri oleh pemegang saham. Jika Direksi yang akan diberhentikan ingin menyampaikan pembelaan terhadap alasan pemberhentian yang diberikan kepadanya, dia akan dilibatkan pula dalam RUPS. Namun, jika Direksi tersebut tidak memiliki pembelaan dan tidak merasa keberatan untuk diberhentikan, tahap pembelaan dalam RUPS tidak diperlukan.

Untuk menetapkan keputusan pemberhentian Direksi, diperlukan setidaknya 50 persen suara dari keseluruhan pemegang saham yang menghadiri RUPS. Pemberhentian Direksi berlaku setelah RUPS ditutup dan tanggal dikeluarkannya keputusan tersebut telah ditetapkan.

Pemberhentian sementara oleh Dewan Komisaris

Jika seorang Direksi dianggap tidak mampu melakukan tugasnya namun belum memiliki alasan yang cukup kuat untuk diberhentikan secara penuh, Dewan Komisaris berhak menetapkan pemberhentian sementara kepada Direksi yang bersangkutan.

Saat diberhentikan sementara, Direksi tersebut tidak lagi berwenang untuk melakukan tugas dan tanggung jawab Direksi sebagaimana mestinya, yakni memimpin dan menjalankan perseroan serta mewakili perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan.

Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari setelah pemberhentian sementara diberlakukan, RUPS harus dilakukan untuk mempertemukan pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Direksi yang akan diberhentikan.

Sama seperti prosedur pemberhentian penuh, Direksi juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan dalam RUPS yang nantinya bisa menentukan apakah pemberhentian sementara tersebut akan dicabut atau justru dikuatkan.

Jika hasil RUPS menyatakan untuk menguatkan keputusan pemberhentian sementara, pemegang saham akan memberhentikan Direksi yang bersangkutan secara penuh. Namun, jika RUPS tidak dapat mengambil keputusan atau tidak dilakukan dalam jangka waktu 30 hari, ketetapan mengenai pemberhentian sementara akan dibatalkan. Dengan begitu, Direksi dapat kembali menjalankan tugasnya sebelum diberlakukan ketetapan lain.

Baca juga: Undang undang hak cuti bagi karyawan

 Hak bagi Direksi yang diberhentikan

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Sebelum membahas hak bagi Direksi yang diberhentikan oleh pemegang saham, pembahasan akan dikaitkan terlebih dahulu dengan hak-hak yang dimiliki Direksi secara umum. Berikut adalah hak-hak Direksi yang membedakan jabatan ini dengan posisi karyawan atau pekerja dalam suatu perseroan.

  1. Hak mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.
  2. Hak menerima gaji dan tunjangan setelah menjalankan kepengurusan perseroan. Besaran gaji dan tunjangan bagi Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan dan pertimbangan RUPS.
  3. Hak-hak tambahan yang ketetapannya diatur dalam Anggaran Dasar masing-masing perusahaan. Hak tambahan ini meliputi hak cuti hingga hak pesangon jika Direksi sewaktu-waktu diberhentikan.

Ketika keputusan pemberhentian dikeluarkan, Direksi secara otomatis tidak lagi memiliki hak pertama, yakni menjadi wakil dari perseroan atau perusahaan yang dipimpinnya.

Meski demikian, muncul hak baru bagi Direksi yang statusnya akan diberhentikan, yaitu hak untuk melakukan pembelaan agar pemutusan kerja sama tersebut dapat dibatalkan.

Jika pembelaan Direksi tidak diterima oleh RUPS dan pemberhentian tetap dilakukan, Direksi tetap memiliki hak untuk menerima imbalan yang diberikan sesuai dengan sisa masa bakti.

Anggaran Dasar Perseroan biasanya memberlakukan masa bakti Direksi dalam jangka waktu lima tahun. Jadi, saat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, Direksi dapat menyampaikan pengajuan untuk mendapatkan pesangon sesuai aturan masa jabatan tersebut.

Namun, perlu dicatat bahwa ketentuan di atas hanya berlaku dalam dua situasi tertentu. Pertama, jika alasan pemberhentian kerja sama pemegang saham dan Direksi dianggap tidak valid.

Kedua, jika anggota pemegang saham yang hadir dalam RUPS tidak memenuhi kuorum atau jumlah minimum anggota yang harus ikut memutuskan pemberhentian Direksi, yakni 50 persen dari keseluruhan pemegang saham.

Perhitungan pesangon Direksi yang telah diberhentikan

Pemecatan Direksi Oleh Pemegang Saham Menurut UU Di Indonesia

Perhitungan pesangon bagi Direksi yang telah diberhentikan menjadi pembahasan yang harus didasari sejumlah pertimbangan dan kebijakan terkait.

Jika merujuk pada status Direksi yang bukan merupakan karyawan perusahaan, pesangon menjadi tidak wajib diberikan ketika Direksi tersebut diberhentikan. Namun, jika posisi Direksi diangkat dari seorang karyawan, maka pesangon adalah hak mutlak yang harus ditunaikan perusahaan.

Terlepas dari perdebatan mengenai pemberian pesangon bagi Direksi yang diberhentikan, Pasal 96 ayat (1) dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 telah mengatur jika besarnya gaji dan tunjangan—termasuk pesangon—bagi Direksi ditetapkan berdasarkan RUPS. Dalam beberapa kasus, RUPS juga bisa memberikan wewenang mengenai pengaturan perihal ini kepada Dewan Komisaris yang akan menetapkannya melalui keputusan rapat.

Oleh karena itu, pengaturan dan besaran pesangon maupun tunjangan yang diberikan kepada Direksi bisa berbeda-beda, sesuai dengan kebijakan Anggaran Dasar perseroan, ketetapan yang ditentukan RUPS, serta hasil rapat Dewan Komisaris.

Jika hubungan Direksi dan pemegang saham ditentukan melalui perjanjian kerja yang telah disetujui kedua belah pihak, pengaturan pesangon bagi Direksi yang diberhentikan merujuk pada Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni pada pasal 164 ayat (3).

Pasal tersebut menguraikan bahwa tunjangan pemberhentian kerja harus terdiri dari bagian-bagian berikut:

1.     Uang pesangon perusahaan

Penghitungannya adalah 2 x (ketentuan masa kerja) x upah per bulan.

Ketentuan masa kerja yang diberlakukan mengacu pada UU No. 13 tahun 2003, Pasal 156 ayat (2):

  • masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
  • masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
  • masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
  • masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
  • masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
  • masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
  • masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
  • masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
  • masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

2.     Uang penghargaan masa kerja

Penghitungannya adalah 1 x (masa kerja, dihitung dalam kelipatan tiga tahun) x upah per bulan.

Perlu diingat, bahwa uang penghargaan masa kerja hanya berlaku jika Direksi yang diangkat dari seorang karyawan telah bekerja di suatu perusahaan dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun.

Oleh karena itu, besaran uang penghargaan masa kerja dihitung dalam kelipatan tiga tahun, seperti yang tercantum dalam UU No. 13 tahun 2003, Pasal 156 ayat (3).

  • masa kerja 3-6 tahun, 2 bulan upah;
  • masa kerja 6-9 tahun, 3 bulan upah;
  • masa kerja 9-12 tahun, 4 bulan upah;
  • masa kerja 12-15 tahun, 5 bulan upah;
  • masa kerja 15-18 tahun, 6 bulan upah;
  • masa kerja 18-21 tahun, 7 bulan upah;
  • masa kerja 21-24 tahun, 8 bulan upah;
  • masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

3.     Uang penggantian hak

Uang penggantian hak dipertimbangkan berdasarkan beberapa hal, seperti biaya transportasi untuk bekerja, cuti tahunan yang belum diambil, atau penggantian sebesar 15 persen dari total pesangon dan penghargaan masa kerja untuk penggantian perawatan, pengobatan, maupun perumahan.

Demikian pembahasan mengenai prosedur pemberhentian kerja Direksi yang dilakukan oleh pemegang saham beserta kebijakan dan perhitungan tunjangan yang mengikuti ketetapan tersebut. Ada kalanya, ketetapan yang telah diatur oleh undang-undang tidak dijalankan sepenuhnya.

Dalam hal ini, pendampingan jasa hukum korporasi dibutuhkan oleh Direksi yang diberhentikan agar dapat menuntut hak yang sudah seharusnya diberikan oleh perusahaan.

Baca juga: Hukum jika perusahaan mencutikan karyawan secara sepihak

BP Lawyers dapat membantu Anda
Kami dapat membantu Anda dalam memberikan solusi terbaik atas permasalahan legalitas kegiatan usaha  perusahaan Anda. Anda dapat menghubungi kami melalui ask@bplawyers.co.id atau +62 821 1234 1235

 

CC: INDONESIAGO DIGITAL