Arbitrase: Kelebihan dan Kekurangan pada 2023

Arbitrase: Kelebihan dan Kekurangan pada 2023

Arbitrase merupakan bentuk penyelesaian sengketa yang berada di luar pengadilan. Jenis penyelesaian sengketa jenis ini cukup populer dan sering digunakan untuk menyelesaikan sengketa bisnis.

Aturan tentang arbitrase di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU No. 30 Tahun 1999).

Meski banyak digunakan, nyatanya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan menyelesaikan sengketa menggunakan arbitrase.

Simak artikel berikut untuk pembahasan lebih lanjut.

Kelebihan

1. Kerahasiaan Sengketa Terjamin Aman

Lembaga arbitrase dan para arbiter terikat janji atas kerahasiaan seluruh kasus yang ditanganinya. Sehingga, kasus yang masuk di arbitrase tidak tercium oleh media dan publik. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.

Tentunya, hal ini akan sangat menguntungkan dalam hal terjadi sengketa bisnis. Karena, para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tanpa tercium kabar miring oleh publik. Reputasi bisnis pun dapat terselamatkan.

2. Pemeriksaan Sengketa Tepat Waktu Sesuai Jadwal

Penyelesaian sengketa arbitrase harus dilakukan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbiter terbentuk, sebagaimana tertulis dalam Pasal 48 ayat (1) UU No.30/1999.

Diaturnya waktu penyelesaian sengketa dalam undang-undang memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Hal ini dapat menghindari keterlambatan waktu pemeriksaan atas adanya kesalahan prosedural atau administratif yang sebenarnya dapat dihindari.

Ketepatan waktu menjadi hal sangat berarti bagi pelaku bisnis. Pasalnya, mereka dapat menghemat waktu dan biaya, terlebih jika menggunakan jasa lawyer dengan hourly-basis.

3. Arbiter Tidak Hanya Berpengalaman, namun juga Memiliki Keahlian terkait Sengketa Bisnis

Salah satu syarat menjadi arbiter adalah memiliki pengalaman setidaknya 15 tahun dalam satu bidang yang menjadi keahliannya, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU No. 30 Tahun 1999.

Dengan jam terbang dan fokus terhadap keahliannya, seorang arbiter dinilai lebih memiliki skill yang mumpuni dibandingkan hakim di pengadilan negeri yang berhadapan dengan berbagai kasus baik perdata maupun pidana.

Terlebih lagi, para pihak dapat memilih sendiri arbiter yang akan menangani perkaranya sesuai dengan latar belakang dan keahlian arbiter.

4. Para Pihak dapat Menentukan Pilihan Hukum untuk Penyelesaian Masalahnya

Para pihak yang bersengketa dapat memilih peraturan dan acara yang digunakan, tanpa harus mengacu pada peraturan dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih. Hal ini diatur dalam penjelasan Pasal 34 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999.

Kendati demikian, hukum materiil terkait kasus tersebut tetap berpegang pada kontrak bisnis yang telah disepakati dan menjadi panduan para pihak dalam berbisnis.

5. Para Pihak dapat Memilih Tempat Penyelenggaraan Penyelesaian Sengketa

Menariknya, tempat arbitrase dapat ditentukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999.

Hal ini jelas berbeda dengan ketentuan Pasal 180 (1) HIR yang menentukan bahwa gugatan diajukan pada pengadilan negeri yang memiliki yurisdiksi sesuai domisili tergugat.

6. Putusan Arbitrase merupakan Putusan yang Final dan Mengikat Para Pihak

Secara umum, putusan arbitrase diperiksa dan diputus dalam jangka waktu enam bulan (180 hari) dan putusannya bersifat final dan mengikat. Sehingga tidak ada lagi pengajuan banding dan kasasi terhadapnya.

Walau putusan arbitrase masih membuka celah upaya pembatalan di pengadilan negeri atau bahkan upaya penundaan pelaksanaan.

Baca juga: Apakah Putusan Arbitrase Dapat Dibatalkan?

Kekurangan

Di samping banyaknya kelebihan, terdapat beberapa hal yang dinilai sebagai kelemahannya, antara lain:

1. Biayanya Dinilai Lebih Mahal dari Pengadilan Negeri 

Dilansir dari laman Badan Arbitrase Nasional Indonesia (28/3/2023), biaya pendaftaran perkara ke BANI sebesar Rp5 juta yang dibayarkan saat pendaftaran permohonan arbitrase.

Adapun mengenai biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter ditentukan berdasarkan nilai transaksi yang disengketakan, dengan nilai minimum sebesar Rp20 juta.

Biaya tersebut belum termasuk biaya yang timbul atas adanya:

  • Pemanggilan, transportasi dan honorarium saksi maupun ahli;
  • Transportasi, akomodasi dan biaya tambahan bagi arbiter yang berdomisili di luar tempat sidang dilaksanakan;
  • Persidangan yang dilakukan di luar dari tempat yang telah disediakan oleh BANI;
  • Pemeriksaan lapangan (site visit);
  • Penyerahan atau pendaftaran putusan di Pengadilan Negeri.

2. Memiliki Ketergantungan kepada Pengadilan untuk melaksanakan Eksekusi

Mengingat sifat kelembagaannya yang merupakan peradilan semu (quasi judicial), maka untuk eksekusi putusan tetap membutuhkan bantuan lembaga peradilan umum. Dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase, sebelum dilaksanakan harus terlebih dahulu didaftarkan di pengadilan negeri. 

Hal ini terlihat dari Pasal 59 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 yang mana dalam waktu maksimal 30 hari sejak putusan diucapkan, lembar asli putusan arbitrase harus diserahkan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan (Pasal 59 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999).

Terlebih, apabila terdapat pihak yang tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan eksekusi terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan. Hal ini diatur dalam Pasal 61 Jo. 62 UU No. 30 Tahun 1999.

Hal ini menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk menaati putusannya. Oleh karena itu, putusan arbitrase akan efektif dilaksanakan jika para pihak memiliki iktikad baik dalam melaksanakan putusan tersebut.

3. Upaya Eksekusi dari suatu Putusan Arbitrase dapat mengalami Kendala di Lapangan

Meski pengaturan mengenai eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional telah jelas diatur di dalam UU No. 30 Tahun 1999, namun dalam praktiknya masih terdapat banyak hambatan. Sebagai contoh, pihak yang dihukum untuk membayar ganti kerugian melakukan berbagai upaya perlawanan, sehingga dapat menunda pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase.

Jika memiliki pertanyaan terkait penyelesaian sengketa dengan alternatif penyelesaian sengketa, Anda dapat menghubungi kami melalui email ask@bplawyers.co.id atau 082112341235.