AdobeStock_324289756_Preview

Dapatkah Perusahaan Melakukan PHK Karena Kerugian Akibat Pandemi Covid-19?

Dapatkah Perusahaan Melakukan PHK Karena Kerugian Akibat Pandemi Covid-19?

Perusahaan tidak serta-merta dapat melakukan PHK karena perusahaan mengalami kerugian, terjadi keadaan memaksa atau perusahaan melakukan efisiensi anggaran akibat wabah Covid-19

Pandemi Corona Virus (Covid-19) tidak hanya berdampak terhadap kesehatan saja. Sektor ekonomi juga ikut terpukul atas mewabahnya Covid-19. Akibat adanya himbauan dari pemerintah untuk melakukan social distancing, karantina mandiri dan himbauan untuk work from home bahkan bisa jadi penerapan lock down dapat dilakukan oleh Pemerintah. Hal tersebut tentunya mempengaruhi produksi dan penjualan pada berbagai perusahaan. Sektor usaha yang paling merasakan dampak dari penyebaran Pandemi Covid 19 ada pada sektor perdagangan, pengiriman, pariwisata dan restoran (dine-in). Tidak dipungkiri sektor usaha lain bisa jadi juga ikut merasakan imbasnya.

Perusahaan yang merasakan dampak penyebaran Covid-19 harus melakukan mitigasi kerugian. Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) bisa jadi satu pilihan yang dipilih oleh pelaku usaha untuk menekan pengeluaran perusahaan agar perusahaan dapat kembali stabil. Namun, apakah melakukan PHK dapat dibenarkan dalam keadaan seperti ini?

Tidak serta merta perusahaan dapat melakukan PHK karena mengalami kerugian, force majeur atau untuk efisiensi yang diakibatkan karena terjadinya pandemi yang dapat merugikan perusahaan. Ada ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga PHK dapat dilakukan oleh Perusahaan. Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur PHK dapat dilakukan jika perusahaan yang mengalami kerugian, force majeur atau untuk efisiensi. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagaimana berikut:

 

  1. Perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan mengalami kerugian atau force majeur

Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun. Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Menurut Pasal 164 UU Ketenagakerjaan Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena atau keadaan memaksa (force majeur). Definisi force majeur tidak diatur secara rinci dalam KUHPerdata di Indonesia. Pasal 1245 KUHPerdata Pasal ini menyebutkan:

Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena keadaan memaksa (overmacht) atau karena suatu keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Dalam hal ini pekerja berhak masing-masing satu kali atas uang pesangon pesangon, uang penghargaan masa kerja sebesar dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

 

  1. Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan melakukan efisiensi

Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup karena perusahaan melakukan efisiensi. Berkaitan dengan PHK dengan alasan Mahkamah Konstitusi (“MK”) memberikan penafsiran dalam Putusan MK No.19/PUU-IX/2011 yang menguji konstitusionalitas Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan. MK Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”, pada frasa “perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”.

 

Dari Putusan MK tersebut dapat diambil kesimpulan, PHK dengan alasan efisiensi itu konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu. Jadi alasan Perusahaan dapat melakukan PHK karena alasan efisiensi harus dengan syarat perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu.

Dalam hal ini Pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

 

Dua Hal yang Harus Diperhatikan Perusahaan Saat Melakukan PHK

  1. Status Pekerja dan Kompensasi yang diberikan

Status pekerja baik Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah hal pertama yang harus diperhatikan jika Perusahaan akan melakukan PHK.

Jika Perusahaan memutus hubungan kerja pekerja yang berstatus PKWT sebelum masa kerja berakhir maka Perusahaan wajib membayar ganti rugi kepada pihak pekerja sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Jika perusahaan melakukan PHK kepada Pekerja yang berstatus PKWTT maka Perusahaan wajib membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

 

  1. Buat Perjanjian Bersama dan Melakukan Pencatatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

Pada dasarnya PHK adalah hal yang harus dihindari oleh perusahaan, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah. Dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, Perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 151 UU Ketenagakerjaan).

Jika PHK tidak mendapatkan penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial maka PHK batal demi hukum (Pasal 155 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).

 

PHK Tanpa Kesalahan

Lalu apakah tetap bisa wabah Covid-19 ini menjadi dasar untuk melakukan PHK? Perusahaan tetap boleh melakukan PHK terhadap pekerja nya dengan beralasan adanya Covid-19. Namun harus siap dengan konsekuensi pembayaran 2 kali PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) atau kompensasi maksimal terhadap pekerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan. Artinya, telah dilakukan PHK tanpa kesalahan terhadap pekerja.

Tentunya PHK ini dapat berjalan mulai mediasi di Disnaker, dan berujung ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Namun katakanlah pekerja menang hingga di PHI, bahkan tingkat Mahkamah Agung, jika perusahaan tidak memiliki kemampuan finansial untuk dapat membayar pekerja tersebut, lalu untuk apa? Di sisi lain perusahaan tentu juga habis tenaga dan uang untuk mengurus proses tersebut.

Apa yang dapat dilakukan Perusahaan?

  1. Jujur brutal dan transparan
    Perusahaan harus bisa menjelaskan kondisi dan situasi saat ini dan bagaimana arah ke depan perusahaan agar karyawan dapat memahaminya.
  2. Tentukan sikap terhadap arah bisnis perusahaan.
    Apa yang akan dikerjakan oleh perusahaan. Tetap di bisnis yang ada atau pivot atau melakukan keduanya. Oleh karena itu, arahkan tim yang ada dengan kebutuhan tersebut.\
  3. Melakukan PHK atau menerapkan No Work No Pay?
    1. Untuk yang status kontrak, jika berakhir tidak perlu diperpanjang
    2. Mengubah status dari karyawan menjadi Mitra/Distributor/Reseller/Freelance sehingga menjadi variable cost. Caranya, lakukan kesepakatan mengenai pengakhiran hubungan kerja melalui negosiasi dengan karyawan melalui perundingan bipartite. Bagaimana jika menolak?
    3. Kondisi saat ini sudah luar biasa, perusahaan harus arif dalam membuat kebijakan. Lakukan penjadwalan pembayaran kompensasi, berikan sesuai kemampuan saat ini dan sisanya sesuai jadwal yang ditentukan.
    4. Buat kesepakatan dengan karyawan jika ada komitmen baru terkait situasi saat ini

Dalam situasi seperti ini, diperlukan suatu kebijaksanaan perusahaan, kelegowoan pekerja bahkan serikat pekerja, untuk jernih dalam menyikapi situasi ini. Jika ingin menyelamatkan diri masing-masing dan saling keras, maka tidak akan ada yang menang karena ini bukan kompetisi.

 

Author : Bimo Prasetio/Mohamad Toha Hasan

Ingin berkonsultasi dan membutuhkan jasa hukum bagi perusahaan anda, silakan hubungi BP Lawyers melalui telepon 082112341235 atau email ke ask@bplawyers.co.id.