Dapatkah Mengajukan Pengingkaran Terhadap Arbiter yang Telah Ditunjuk Oleh Para Pihak Dalam Arbitrase?
“Terhadap arbiter yang tidak melakukan tugasnya secara bebas dan berpihak kepada salah satu pihak, maka pihak lain yang dirugikan atas hal tersebut dapat mengajukan hak ingkar atas arbiter tersebut.”
Salah satu masalah yang dapat saja muncul ketika melakukan proses penyelesaian perkara di arbitrase adalah mengenai kenetralan atau independensi arbiter pilihan pemohon maupun termohon arbitrase. Walaupun sangat jarang terjadi, namun fakta dalam beberapa kasus hal tersebut dapat terjadi. Arbiter yang dipilih tersebut, terindikasi berpihak pada salah satu pihak yang dikarenakan memiliki hubungan darah dengan Pemohon atau Termohon, atau mungkin juga memiliki kepentingan terkait financial atau mungkin kepentingan lainnya dalam putusan arbitrase.
Apabila terdapat terbukti arbiter yang tidak independent dalam proses penyelesaian sengketa arbitrase, maka pihak pemohon atau termohon dapat mengajukan pengingkaran terhadap arbiter.
Pengaturan Hak Ingkar dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU AAPS”),
Berdasarkan praktik penyelesaian sengketa arbitrase, dalam suatu perjanjian yang memuat klausula arbitrase biasanya akan ditemukan klausul arbitrase yang terkait dengan jumlah arbiter yang akan menangani sengketa, apakah akan menggunakan arbiter yang ditunjuk oleh Pengadilan atau lembaga Arbitrase, atau juga dapat melalui arbiter Adhoc, tunggal atau majelis lengkap berjumlah tiga arbiter. Termasuk hak para pihak untuk menunjuk arbiter pilihannya, dimana dua orang arbiter yang ditunjuk ini masing-masing akan duduk sebagai anggota majelis arbitrase dan selanjutnya lembga penyelesaian arbitrase akan memutuskan arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai ketua majelis arbitrase.
Terkait netralitas dan independensi arbiter ini diatur dalam Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU AAPS”), arbiter harus memenuhi syarat berupa:
“(1) Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; (2) Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.”
Apabila salah satu pihak meragukan netralitas dan independensi arbiter yang ditunjuk oleh pihak lawan, maka dapat mengajukan hak ingkar atas arbiter tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UU AAPS yang mengatur:
“(1) Terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan. (2) Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula dilaksanakan apabila terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.”
Dalam praktiknya, alasan kenetralan (impartiality) dan alasan kemandirian (independence) merupakan dua alasan utama yang diajukan oleh para pihak. Independensi ini diartikan sebagai adanya ketergantungan arbiter terhadap pihak yang menunjukknya tersebut dan ketergantungan disini tidak berkaitan dengan adanya hubungan atau kepentingan keuangan terhadap sengketa . Independensi ini bersinggungan terhadap psikologis seorang arbiter. Misalnya, hal ini dapat dilihat pada sengketa bersifat Internasional, dimana arbiter berasal dari kewarganegaraan yang sama dengan salah satu pihak.
Sedangkan, kenetralan (impartiality) lebih erat kaitannya terhadap seorang arbiter yang secara terbuka terlihat memihak kepada salah satu pihak. Misalnya, dalam sengketa perdagangan dimana salah satu pihaknya adalah organisasi perdagangan dan arbiter yang dipilih adalah anggota dari organisasi perdagangan tersebut. Hal ini tentu membuat arbiter menjadi tidak netral atau partial.
Bagaimana hak ingkar dalam aturan arbitrase di BANI?
Mengenai hak ingkar ini, BANI menerapkan dua kebijakan hukum tentang kenetralan dan kemandirian. Pertama, sebelum susunan majelis arbitrase ditetapkan, setiap arbiter yang dipilih sebagai anggota dan ketua majelis wajib membuat dan menandatangani pernyataan diri tidak memihak. Kedua, kewajiban mengenai kenetralan dan kemandirian ditegaskan di dalam Pasal 12 Ayat 2 peraturan arbitrase BANI, dimana arbiter diwajibkan mengundurkan diri apabila aribiter memiliki pertentangan kepentingan dengan perkara atau para pihak yang bersengketa. Selanjutnya, apabila majelis telah terbentuk, maka arbiter tidak dapat lagi untuk mengundurkan diri dari kedudukannya, kecuali terjadi pengingkaran terhadap dirinya.
Kemudian, peraturan prosedur BANI yang memuat hak ingkar diatur dalam Pasal 11 Ayat 1, dimana:
”Setiap arbiter dapat diingkari apabila terdapat suatu keadaan tertentu yang menimbulkan keraguan terhadap netralitas dan/atau kemandirian arbiter tersebut. Pihak yang ingin mengajukan pengingkaran harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada BANI dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan identitas arbiter tersebut, dengan melampirkan dokumen-dokumen pembuktian yang mendasari pengingkaran tersebut. Atau, apabila keterangan yang menjadi dasar juga diketahui pihak lawan,
maka pengingkaran tersebut harus diajukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah keterangan tersebut diketahui pihak lawan.”
aru mengetahui atau memperoleh alasan-alasan untuk pengingkaran setelah penunjukkan dilakukan. Hal ini sesuai Pasal 11 Ayat 4 p
Selanjutnya, atas pengajuan hak ingkar tersebut, BANI membentuk tim khusus untuk meneliti bukti-bukti pengingkaran tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Ayat 2 peraturan prosedur BANI, yakni:
”BANI wajib meneliti bukti-bukti tersebut melalui suatu tim khusus dan menyampaikan hasilnya kepada arbiter yang diingkari dan pihak lain tentang pengingkaran tersebut. Apabila arbiter yang diingkari setuju untuk mundur, atau pihak lain menerima pengingkaran tersebut, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk dengan cara yang sama dengan penunjukan arbiter yang mengundurkan diri, berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal 10 di atas. Atau jika sebaliknya, BANI dapat, namun tidak diharuskan, menyetujui pengingkaran tersebut, Ketua BANI harus menunjuk arbiter pengganti.”
Apabila perihal pengingkaran tersebut tidak diterima pihak lain atau arbiter dan Ketua BANI juga menganggap pengingkaran tersebut tidak berdasar, maka dengan merujuk kepada Pasal 11 Ayat 3 peraturan prosedur BANI, maka arbiter yang diingkari tersebut harus melanjutkan tugasnya sebagai arbiter.
Pengingkaran ini tidak hanya untuk mengingkari arbiter yang ditunjuk oleh pihak lawan, tetapi pihak dapat membantah arbiter yang telah ditunjuknya atas dasar bahwa pihak tersebut beraturan prosedur BANI.
Demikian semoga bermanfaat.
BP Lawyers dapat membantu anda
Kami dapat membantu anda dalam memberikan solusi terbaik dalam merancang dan menyiapkan seluruh kebutuhan terkait penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Anda dapat menghubungi kami melalui:
E : ask@bplawyers.co.id
H : +62 821 1234 1235
Author : Dalmy Nasution, S.H. /Ali Imron, S.H.I
Our Newsletter
Our newsletter is personally written and sent out about once a month. It's not the least bit annoying or spammy.
We promise.