gugatan-legal-standing-cara-lingkungan-melawan

Gugatan Legal Standing: Cara Lingkungan Melawan

Perkembangan zaman menuntut perkembangan lebih jauh di bidang hukum. Semakin kompleksnya permasalahan yang ada di Indonesia, membutuhkan satu sistem penanganan yang lebih maju. Salah satunya, dalam menjawab persoalan ‘perwalian’ dalam hukum lingkungan adalah munculnya macam gugatan legal standing dalam tatanan hukum Indonesia.

Gugatan legal standing atau disebut juga hak gugat organisasi, adalah gugatan yang diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepada pihak yang melanggar hukum dalam kompetensi kemampuan LSM tersebut bergerak. Kecakapan LSM untuk tampil sebagai pihak di pengadilan didasarkan teori bahwa LSM adalah wali dari kompetensi LSM tersebut.

Gugatan Legal standing pertama kali muncul di Amerika Serikat pada kasus Sierra v. Morton di tahun 1972. Lalu konsep tersebut semakin berkembang dan diterima di banyak negara, seperti Belanda pada kasus Nieuwe Mee (1986) dan Kuvaders (1992) dan Australia pada kasus Yates Security Services Pty. Ltd. V Keating pada tahun 1990.

Di Indonesia, penggunaan gugatan legal standing pertama kali digunakan pada tahun 1988 pada kasus gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melawan PT Indorayon Utama (IU). Sejak saat itu, gugatan legal standing menjadi dikenal di Indonesia. Dalam kasus tersebut Walhi mempersoalkan pencemaran lingkungan yang diyakini dilakukan oleh PT IU.

Akan tetapi, konsep gugatan legal standing baru dikenal pada dua bidang di Indonesia yakni, bidang lingkungan dan bidang perlindungan konsumen. Gugatan legal standing di bidang lingkungan mulai muncul pada Putusan Pengadilan antara WALHI melawan PT IU pada tahun 1988 dan diformalkan di Undang-Undang Lingkungan Hidup Tahun 1997. Sementara gugatan legal standing di bidang perlindungan konsumen diformalkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang terbit pada tahun 1999.

Gugatan legal standing tidak bisa diajukan oleh sembarang orang. Gugatan legal standing hanya bisa dilakukan oleh LSM yang memenuhi syarat sebagai berikut: berbadan hukum atau Yayasan; dalam Anggaran Dasar Organisasi yang bersangkutan disebutkan secara jelas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut selaras dengan topik gugatan; telah menjalankan kegiatan sesuai Anggaran Dasar tersebut.

Ketentuan di atas dapat dilihat pada Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 92 Undang-Undang Lingkungan Hidup Tahun 2009. Pasal 92 Undang-Undang Lingkungan Hidup memberikan syarat tambahan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai Anggaran Dasar adalah minimal selama dua tahun.

Lebih lanjut, berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 088/G/1994/Piutang/PTUN.Jkt yang kemudian diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 89K/TUN/1996, persyaratan tersebut seolah ditambah dengan adanya kepedulian nyata di masyarakat secara berkesinambungan dan harus bersifat representatif dari organisasi yang bersangkutan.

Selain itu, harus dipahami bahwa pengajuan gugatan adalah dalam rangka kepentingan umum bukan kepentingan pribadi belaka. Jika diajukan untuk kepentingan pribadi, maka Hakim tak segan-segan menolak gugatan. Hal tersebut misalnya terdapat pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 162/PDT.G/2013/PN.SKA dimana hakim tidak menerima gugatan karena diajukan atas kepentingan pribadi.

Tata cara beracara gugatan legal standing sama dengan gugatan pada umumnya. Hanya saja, gugatan legal standing terbatas pada mengajukan untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu. Tuntutan ganti kerugian terbatas pada biaya atau pengeluaran yang bersifat riil.

BP Lawyers dapat membantu Anda
Apabila anda ingin berkonsultasi terkait permasalahan hukum, Anda dapat menghubungi kami melalui:
E: ask@bplawyers.co.id
H: +62821 1234 1235

Author: TC – Thareq Akmal Hibatullah