Berapa Lama Upah Proses Wajib DIbayar Perusahaan Dalam Sengketa Hubungan Industrial

Berapa Lama Upah Proses Wajib Dibayar Perusahaan Dalam Sengketa Hubungan Industrial?

Berapa Lama Upah Proses Wajib Dibayar Perusahaan Dalam Sengketa Hubungan Industrial?

Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Frasa “belum ditetapkan” dalam praktiknya menimbulkan berbagai penafsiran.

Apabila Perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja Perusahaan harus mempertimbangkan dampak yang terjadi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar apabila terjadi pemutusan hubungan kerja para pihak benar benar sepakat untuk mengakhiri tanpa ada klaim atau gugatan dikemudian hari. Terutama dalam proses perselisihan antara perusahaan dengan Pekerja, maka perusahaan wajib membayarkan upah proses yakni upah kepada pekerja selama terjadi perselisihan meskipun telah terjadi pemutusan hubungan kerja.

Meskipun demikian ada batasan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan beberapa yurisprudensi mengenai batasan waktu atas upah yang wajib dibayarkan kepada Pekerja selama proses perselisihan. Penyelesaian perselisihan yang terlalu berlarut-larut juga dapat merugikan kedua belah pihak. Terkadang juga sering terjadi hal di luar kendali, meskipun perusahaan dengan pekerja telah mengakhiri hubungan kerja, Pekerja bisa saja melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. 

Konsekuensinya sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

Menyoal Frasa “Belum ditetapkan”

Perusahaan dan Pekerja yang sedang mengalami sengketa Pemutusan Hubungan Kerja dan memilih menyelesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) upah proses dapat menjadi salah satu tuntutan Pekerja. Pekerja yang menyadari hakikat Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam prakteknya menyusun dalil gugatan upah proses dengan petitum “menghukum tergugat (pengusaha) membayar upah proses sejak PHK dilakukan sampai putusan berkekuatan hukum tetap dilaksanakan”.

Pertanyaan timbul apabila pekerja tidak menjalankan kewajibannya kepada perusahaan apakah Perusahaan tetap wajib membayarkan upah proses. Hal ini tentunya sangat bergantung pada fakta persidangan dan dalil-dalil yang dibangun dalam proses persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial. Apabila sudah terjadi sengketa di Pengadilan maka Hakim yang berhak memutus berkaitan dengan berapa upah proses yang dapat dibayarkan atau perusahaan tidak wajib memberikan upah proses. Kecermatan dalam membangun dalil dan pembuktian para pihak yang bersengketa menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan pembayaran upah proses.

Perlu diperhatikan bersama dalam Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XI/2011 frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘belum berkekuatan hukum tetap’. Hal demikian berarti memberikan makna apabila belum ada kekuatan hukum tetap (incraht) maka Perusahaan harus membayarkan upah proses kepada Pekerja. Oleh karena penafsiran Pasal 155 ayat 2 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai frasa “belum ditetapkan” harus dimaknai “belum berkekuatan hukum tetap”.

Namun putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dalam prakteknya menimbulkan banyak penafsiran terutama berkaitan dengan kepastian hukum. Proses hukum bisa berlarut-larut berdampak upah proses yang dapat diklaim. Untuk memberikan kepastian hukum mengenai jangka waktu kewajiban pemberian upah proses dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (“SEMA”) Nomor 3 tahun 2015, telah ditentukan sebagaimana berikut: 

“Pasca Putusan MK Nomor 37/PUU-XI/2011, tertanggal 19 September 2011 terkait dengan upah proses maka isi amar putusan adalah Menghukum Pengusaha Membayar Upah Proses Selama 6 Bulan. Kelebihan waktu dalam proses PHI sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bukan lagi menjadi tanggung jawab para pihak.

Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 158 K/Pdt.Sus/2007 yang pada pokoknya memiliki kaidah hukum:

Upah proses dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah selama-lamanya 6 bulan, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015

Baca Juga : Apakah Benar Pemutusan Hubungan Kerja Hanya Dapat Dilakukan Oleh Pihak Perusahaan ?

Kesimpulan

Jangka waktu enam bulan tersebut apabila dibandingkan dengan proses penyelesaian perselisihan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang mengatur waktu bipartit 30 hari kerja, mediasi 30 hari kerja, penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial 50 hari kerja, secara keseluruhan waktu penyelesaian hampir sama dengan perhitungan enam bulan kalender.

Perlu diperhatikan bersama meskipun jangka waktu atas kewajiban pemberian upah proses telah ditentukan dalam SEMA Nomor 3 tahun 2015 dan diperkuat dalam beberapa Yurisprudensi, namun yang berwenang untuk menetapkan upah proses tetaplah hakim yang menangani perselisihan hubungan industrial. Menurut Peraturan perundang-undangan yang berlaku bisa saja hakim memberikan putusan menghukum perusahaan membayar upah proses selama enam bulan, lebih dari enam bulan atau sampai perkara berkekuatan hukum tetap.

Kecermatan dan keahlian untuk meyakinkan hakim dengan membangun argumen hukum dan pembuktian di persidangan menjadi hal yang penting untuk menentukan berapa upah proses yang harus dibayarkan.

Jangan sampai masalah ketenagakerjaan menjadi penghambat bisnis perusahaan anda, temukan solusi dengan menghubungi BP Lawyers melalui telepon 082112341235 atau email ke ask@bplawyers.co.id.

 

Author: Mohamad Toha Hasan