Mekanisme Penempatan Dana dan Pemberian Subsidi Bunga Bagi Bank dan UMKM

Mekanisme Penempatan Dana dan Pemberian Subsidi Bunga Bagi Bank dan UMKM

Mekanisme Penempatan Dana dan Pemberian Subsidi Bunga Bagi Bank dan UMKM

Bank dan UMKM dapat mendapatkan fasilitas penempatan dana dan subsidi bunga dalam rangka menghadapi dampak Covid-19 dengan mengikuti Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang tertuang di dalam Keputusan Bersama antara Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.

Masa pandemi Covid-19 telah memberikan dampak di berbagai sektor, salah satunya melumpuhkan perekonomian. Tidak dapat dipungkiri pandemi ini telah menyebabkan ketidakstabilan dan kegoncangan kegiatan usaha di Indonesia bahkan seluruh dunia.  Di tengah situasi seperti ini pemerintah dalam hal ini oleh Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah sebagai salah satu implementasi Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pada tanggal 28 Mei 2020, sebagai bentuk sinergi dalam melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Program PEN) antara Pemerintah dan OJK, telah ditandatangani Keputusan Bersama Menteri Keuangan (Menkeu) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 265/KMK.010/2020 dan nomor SKB-1/D.01/2020 tentang Koordinasi Pelaksanaan Penempatan Dana dan Pemberian Subsidi Bunga Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional berlaku sejak ditetapkan sampai tanggal 31 Desember 2021.

Pelaksanaan Penempatan Dana

Keputusan Bersama ini membagi bank menjadi 2 yaitu bank peserta dan bank pelaksana. Bank Peserta merupakan bank yang menerima penempatan dana pemerintah dan menyediakan dana bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan juga bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia dan minimal 51% (lima puluh satu persen) saham dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
  2. Merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian kesehatan bank oleh OJK; dan
  3. Termasuk dalam kategori 15 (lima belas) bank beraset besar.

Bank yang memenuhi kriteria, akan mendapatkan pemberitahuan melalui Kementerian Keuangan dengan pertimbangan informasi dari OJK untuk diajukan kesediaannya menjadi Bank Peserta. Pengajuan kesediaan oleh bank dilakukan secara tertulis kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perbendaharaan dan paling sedikit memuat;

  1. Kesediaan untuk menjadi bank peserta; dan
  2. Dokumen yang harus dilampirkan dalam pengajuan sebagai bank peserta.

Bank peserta harus menyampaikan proposal penempatan dana atas kebutuhan likuiditas bank dan/atau kebutuhan likuiditas Bank Pelaksana kepada Kementerian Keuangan yang memuat:

  1. Kondisi likuiditas Bank Peserta pada saat proposal diajukan;
  2. Jumlah kepemilikan pada posisi pengajuan proposal atas Surat Berharga Negara (SBN), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) yang menunjukkan tidak lebih dari 6% (enam persen) dari dana pihak ketiga pada Bank Peserta yang sekaligus bertindak sebagai Bank Pelaksana dan/atau Bank Pelaksana
  3. Jumlah kebutuhan penempatan dana yang akan disalurkan kepada Bank Pelaksana (terdiri atas jumlah dan nama Bank Pelaksana serta rincian penyaluran dana penempatan dan bentuk instrumen dari Bank Peserta ke Bank Pelaksana)
  4. Jumlah penempatan dana yang dibutuhkan, jangka waktu penempatan dana, dan tingkat bunga penempatan dana.

Terkait tingkat bunga penempatan dana pemerintah kepada Bank Peserta dikenakan paling rendah sebesar tingkat bunga penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh Bank Indonesia untuk pembiayaan Program PEN sedangkan tingkat bunga yang dapat dikenakan dari Bank Peserta ke Bank Pelaksana paling tinggi sebesar tingkat bunga penempatan dana ditambah 300 basis poin.

Dalam hal Bank Peserta mengalami permasalahan dan tidak dapat mengembalikan dana penempatan pada waktu yang telah disepakati maka Kementerian Keuangan dapat menarik dana Bank Peserta yang terletak pada rekening giro di Bank Indonesia. Dalam penanganannya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengutamakan dana pemerintah.

Sedangkan Bank Pelaksana merupakan bank umum konvensional atau syariah yang telah melaksanakan restrukturisasi, tambahan kredit, atau biaya tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan juga Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan kriteria yang harus dipenuhi yaitu:

  1. Merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK (peringkat 1 dan 2); dan
  2. Jumlah kepemilikan atas Surat Berharga Negara (SBN), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) yang menunjukkan tidak lebih dari 6% (enam persen) dari dana pihak ketiga.

Bank Pelaksana harus mengajukan proposal penempatan dana kepada Bank Peserta dengan memperhitungkan kebutuhan dana Bank Pelaksana. Dalam hal transaksi antara Bank Peserta dan Bank Pelaksana diatur dalam Perjanjian antar kedua belah pihak yang dapat diberikan kepada Bank Pelaksana setelah melakukan restrukturisasi, tambahan kredit, atau biaya tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan juga Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Dalam hal bank pelaksana tidak dapat mengembalikan kewajiban kepada bank peserta pada waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kedua belah pihak, bank peserta dapat menarik dana dari Bank Pelaksana yang tersimpan pada rekening giro di Bank Indonesia

Kemudian, mengenai besaran penempatan dana pada saat pengajuan proposal dari bank peserta maupun bank pelaksana belum tentu sesuai dengan besaran yang diajukan, sebab baik pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan OJK melakukan penilaian terlebih dahulu berdasarkan

  1. Hasil penelitian administrasi;
  2. Hasil informasi OJK;
  3. Posisi saldo kas pada rekening khusus pembiayaan Program PEN
  4. Analisis makro sektor ekonomi, sektor keuangan, dan risiko fiskal; dan
  5. Perkembangan arah kebijakan dan pelaksana Program PEN

Persetujuan terkait jumlah penempatan dana dapat diberikan secara bertahap ataupun sekaligus yang pelaksanaannya diawasi secara intern oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pemberian Subsidi Bunga

Dalam upaya melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi debitur dalam menjalankan usahanya atau kepada Bank, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Pembiayaan (PP), Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM) yang terdampak Covid-19 maka Pemerintah dan OJK membuat paket kebijakan subsidi bunga sebagai tindak lanjut dari Perppu No. 1 Tahun 2020 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Kriteria yang harus dipenuhi oleh calon debitur atau bank/BPR/PP/Pegadaian/PNM yang dapat diberi subsidi bunga yang diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.05/2020 sebagai berikut:

  1. Subsidi bunga diberikan kepada debitur dengan kolektibilitas 1 (lancar) dan 2 (dalam perhatian khusus) pada bank/BPR/PP/Pegadaian/PNM dihitung per 29 Februari 2020
  2. Target penerima manfaat debitur bank/BPR/PP/Pegadaian/PNM yang terdampak Covid-19 mencakup debitur yang memiliki
    • Kredit UMKM s.d Rp. 10 miliar;
    • Kredit kendaraan bermotor yang digunakan untuk usaha produktif, termasuk ojek online dan/atau usaha informal; dan
    • Kredit pemilikan rumah (s.d tipe 70)
  1. Tidak termasuk ke dalam daftar hitam nasional, khusus untuk debitur dengan pinjaman lebih dari Rp. 50 juta;
  2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau mendaftar untuk mendapatkan NPWP; dan
  3. Debitur yang memiliki plafon kredit/pembiayaan kumulatif di atas Rp. 500 juta s.d Rp. 10 miliar harus memperoleh restrukturisasi dari penyalur kredit/pembiayaan.

Debitur diharuskan melakukan registrasi sehingga terdaftar sebagai calon penerima subsidi melalui web portal SIKP Kementerian Keuangan untuk mendapatkan program ini.

Perhitungan besaran subsidi bunga, pemerintah menetapkan berdasarkan hasil persentase dan baki debet selama 6 bulan terhitung sejak 1 Mei 2020. Terkait dengan program restrukturisasi yang telah dan akan dilakukan oleh Bank/BPR/PP sehingga jangka waktu dan jenis restrukturisasi tetap berdasarkan dari kesepakatan baru antara debitur Bank/BPR/PP. Bagi debitur dengan plafon pinjaman di atas Rp. 500 juta s.d Rp. 10 miliar, harus sudah memperoleh restrukturisasi untuk turut serta dalam program ini, subsidi bunga yang dibayarkan oleh pemerintah sebagai pengurang biaya bunga atau biaya lainnya yang dibebankan kepada debitur selama masa pemberian subsidi bunga.

Sementara itu, dalam mendukung keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama pandemi Covid-19. Terkait kebijakan kelonggaran yang diberikan untuk debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu:

  1. Perlakuan khusus untuk restrukturisasi termasuk penundaan cicilan pokok, penambahan jangka waktu, dan penambahan plafon; dan
  2. Tambahan subsidi bunga sebesar 6% (enam persen) selama 3 bulan pertama, dan 3% (tiga persen) selama 3 bulan berikutnya.

Mengenai debitur Ultra Mikro (Umi), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera Permodalan Nasional Madani (Mekaar PNM), dan Pegadaian mendapatkan fasilitas restrukturisasi berdasarkan POJK 11/2020 dan POJK 14/2020 dan juga mendapatkan kelonggaran terkait dengan pinjaman, namun mengenai besaran dan mekanisme berbeda di masing-masing instansi yang pelaksanaannya terkait pemberian fasilitas subsidi bunga maupun pelonggaran diatur dalam PMK 65/PMK.05/2020.

Kemudian mengenai pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Keputusan Bersama ini dilakukan Kemenkeu dan OJK dengan koordinasi dan pertemuan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak ditandatanganinya Keputusan Bersama ini. Hasil pemantauan dan evaluasi dapat menjadi bahan masukan terkait dengan regulasi dan kebijakan di masing-masing instansi.