3-hal-penting-seputar-usaha-jasa-konstruksi-yang-wajib-dipahami

3 HAL PENTING SEPUTAR USAHA JASA KONSTRUKSI YANG WAJIB DIPAHAMI

“Upaya penyelesaian sengketa konstruksi meliputi Mediasi, konsiliasi; dan arbitrase. Yang menarik adalah dalam UU No.2/2017 mengatur selain tahapan penyelesaian ini, para pihak dalam hal ini penyedia dan pengguna jasa konstruksi dapat membentuk dewan sengketa.”

Di beberapa kesempatan kami sering ditanyakan terkait masalah hukum konstruksi, misalnya,: “aspek hukum apa saja yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi?”

Sebelum penjelasan ini lebih jauh, perlu untuk kita pahami apa yang dimaksud dengan pekerjaan konstruksi, dalam Pasal 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Usaha Jasa Konstruksi (“UU No. 2/2017”) bahwa:

“Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.”

Jadi, pekerjaan pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan maupun pembongkaran, hingga pembangunan kembali suatu bangunan jelas termasuk dalam pekerjaan konstruksi.

Perlu juga  diketahui bahwa Badan Usaha Jasa Konstruksi sesuai dengan UU No.2/2017, mempunyai kualifikasi kecil, menengah dan besar, hal ini dilihat dari penjualan tahunan, kemampuan keuangan, ketersediaan tenaga kerja konstruksi dan kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi. Kualifikasi untuk menentukan batasan dan kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha jasa konstruksi.

Misalnya, Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang berisiko sedang; berteknologi madya; dan berbiaya sedang. Sebaliknya, Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi besar yang berbadan hukum dan perwakilan usaha Jasa Konstruksi asing hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang berisiko besar, berteknologi tinggi; dan berbiaya besar.

Sehingga, menjadi penting bagi para pelaku usaha khususnya yang bergerak di bidang konstruksi untuk memahami hal apa saja yang wajib diketahui dalam menjalankan usahanya. Hal ini agar tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari yang lebih besar, setidaknya dapat mencegah terjadinya perselisihan diantara pengguna dan penyedia jasa konstruksi.

  1. Legalitas Usaha Jasa Konstruksi
  2. Setiap usaha orang perseorangan yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi menurut UU No. 2/2017 wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan. Begitu juga Setiap badan usaha Jasa Konstruksi yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha.

    Tanda Daftar Usaha Perseorangan diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di wilayahnya. Kewenangan ini juga sama untuk Izin Usaha yang berlaku bagi Badan Usaha atau Badan Hukum.

    Meskipun pemberian izin dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/kota, tetapi Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan Usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia.

    Khusus untuk Badan Usaha Konstruksi menurut UU No. 2/2017 diwajibkan memiliki Sertifikasi Badan Usaha (SBU), sertifikasi ini paling sedikit memuat jenis usaha, sifat usaha, klasifikasi dan kualifikasi usaha. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha, pelaku usaha atau badan usaha Jasa Konstruksi harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi.

    Yang tidak kalah pentingnya, terkait dengan pengakuan pengalaman usaha, dalam UU No. 2/2017 juga dikatakan bahwa setiap badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah dan besar harus melakukan registrasi pengalaman kepada Menteri.

    Registrasi ini dibuktikan dengan adanya tanda daftar pengalaman. Daftar pengalaman ini, paling tidak terdapat nama paket pekerjaan, pengguna jasa, tahun pelaksanaan pekerjaan, nilai pekerjaan dan kinerja penyedia jasa. Semua data pengalaman menyelenggarakan Jasa Konstruksi tersebut harus yang sudah melalui proses serah terima.

  3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Konstruksi
  4. Tanggung jawab dalam pelaksanaan jasa kontruksi dalam hal ini berkaitan dengan kegagalan bangunan, Menurut Pasal 1 angka (10) UU No.2/2017 bahwa Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.

    Kewajiban dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (SK4)). Hal ini diatur dalam Pasal 59 UU No.2/2017. Berkaitan hal ini maka ada kewajiban baik kepada pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi agar memberikan pengesahan atau persetujuan terhadap beberapa hal, antara lain:

    1. Hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan;
    2. Rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    3. Pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    4. Penggunaan material, peralatan dan/atau teknologi; dan/atau
    5. Hasil layanan Jasa Konstruksi

    Sebab, apabila terjadi kegagalan bangunan, maka akan dilihat waktu kegagalan tersebut terjadi, untuk menentukan siapa yang dapat dimintai pertanggung jawaban. Pengaturannya sebagaimana dalam Pasal 65 UU No. 2/2017, yang menyatakan:

    1. Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi.
    2. Dalam hal rencana umur konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 10 (sepuluh) tahun, Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan Jasa Konstruksi.
    3. Pengguna Jasa bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi setelah jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
    4. Ketentuan jangka waktu pertanggungjawaban atas Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

    Kenapa harus ditentukan pertanggungjawaban atas kegagalan ini? Sebab UU No. 2/2017 mengatakan ada kewajiban baik Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa untuk memberikan ganti kerugian dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan

  5. Kontrak Kerja Konstruksi 
  6. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Hal secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Usaha Jasa Konstruksi (“UU No.2/2017”).
    Menurut pengaturannya, kontrak kerja konstruksi paling tidak mencakup pengaturan mengenai:

    1. Para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
    2. Rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
    3. Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
    4. Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
    5. Penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
    6. Cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;
    7. Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
    8. Penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
    9. Pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
    10. Keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
    11. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
    12. Pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
    13. Pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
    14. Aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;
    15. Jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
    16. Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

    Dari pemahaman di atas, menunjukan betapa penting bagi para pelaku usaha baik sebagai pengguna maupun penyedia jasa khususnya yang berkaitan dengan Jasa konstruksi dituntut untuk mengerti dan memahami secara cermat segala sesuatu yang dituangkan kontrak kerja konstruksi.

    Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Namun, apabila dalam hal musyawarah para tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, para pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

    Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih.

    Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan sengketa sebagaimana pemilihan keanggotaan dewan sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip
    profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak.

    Artinya, para pihak harus menunjuk pihak lain yang dianggap kompeten dan mempunyai pengalaman dalam hal penyelesaian sengketa.

Demikian semoga bermanfaat.

BP Lawyers dapat membantu anda
Kami dapat membantu anda dalam memberikan solusi terbaik atas kebutuhan legalitas usaha atau kontrak kerja jasa konstruksi bagi perusahaan anda. Anda dapat menghubungi kami melalui ask@bplawyers.co.id atau +62 821 8067 4920

Author :
Iskandar D.P., S.H.