4 Hal Ini Harus Diperhatikan Ketika Notaris Dipanggil Sebagai Saksi Dalam Perkara Pidana

“Penegak hukum harus memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris terlebih dahulu, sebelum dapat memanggil notaris dalam proses pemeriksaan perkara pidana.”

Notaris sering kali ikut dipanggil sebagai saksi ketika terjadi sengketa yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Bahkan tidak jarang notaris juga berkedudukan sebagai pihak terlapor dalam suatu laporan polisi.

Sebagai pejabat umum, notaris memiliki keistimewaan atau privileged dalam proses pemeriksaan perkara pidana untuk melindungi kedudukannya. Oleh karenanya, terdapat ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penegak hukum, sebelum melakukan pemanggilan terhadap notaris .

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 2 tahun 2014 jo Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), yaitu:

    1. Jika diperlukan penegak hukum dalam proses peradilan yaitu penyidik, penuntut umum atau hakim dapat mengajukan surat permintaan persetujuan dalam rangka melakukan pemanggilan kepada seorang notaris. Surat tersebut diajukan ke Majelis Kehormatan Notaris.
    2. Dalam kurun waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan tersebut, Majelis Kehormatan Notaris wajib memberikan jawabannya;
    3. Jika dalam kurun waktu yang ditentukan Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawabannya, maka sikap diam Majelis Kehormatan Notaris dianggap telah menerima permintaan persetujuan tersebut. Sehingga penegak hukum dapat melakukan pemanggilan kepada notaris yang bersangkutan.
    4. Setelah memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, penegak hukum berwenang untuk:
      1. Meminta dan mengambil fotokopi dari minuta akta dan/atau surat-surat yang telah dilekatkan pada minuta akta dalam penyimpanan notaris (protokol notaris);

Sehubungan dengan pengambilan fotokopi dokumen-dokumen tersebut, penyidik akan membuatkan berita acara penyerahan untuk diserahkan kepada notaris tersebut.

    1. Memanggil notaris untuk hadir dalam proses pemeriksaan pidana yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya.

Pengaturan terkait ketentuan tersebut di atas dikarenakan adanya kewajiban bagi notaris untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya. Di sisi lain, keterangan-keterangan yang diperoleh dari kliennya dalam proses pembuatan akta tersebut. Sehingga, notaris terikat dengan sumpah jabatan profesi dan kode etik notaris.

Dalam Pasal 66 UUJN, disebutkan penegak hukum hanya berhak mengambil fotokopi dari minuta akta dan dokumen-dokumen lain yang dilekatkan pada minuta akta tersebut. Hal ini berbeda apabila yang dipanggil sebagai saksi bukan notaris, melainkan masyarakat umum.

Dalam Pasal 43 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat pengecualian apabila surat atau dokumen milik dari mereka yang menurut undang-undang diwajibkan untuk merahasiakannya. Sepanjang dokumen tersebut tidak berkaitan dengan rahasia Negara, maka penyitaan baru dapat dilakukan atas persetujuan pihak yang bersangkutan atau izin khusus ketua pengadilan negeri setempat, kecuali undang-undang menentukan lain.

Walaupun demikian, penyidik dapat meminta notaris untuk membawa minuta akta tersebut agar dapat diperiksa di Pusat Laboratorium Forensik. Untuk mengetahui keabsahan dari tanda tangan dan/atau cap jempol dari para pihak dalam akta tersebut.

Kami memiliki pengalaman dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang melibatkan notaris dan produk yang dibuatnya, baik perkara perdata dan/atau pidana. Anda dapat menghubungi kami melalui e-mail ask@bplawyers.co.id atau +62821 1234 1235

Author :

Fairus Harris, S.H., M.Kn.