SEMUA PERMOHONAN PAILIT PERUSAHAAN ASURANSI DARI MENTERI KEUANGAN BERALIH KE OJK

Perusahaan asuransi yang telah dicabut izin nya sekalipun, tidak dapat mengajukan permohonan pailit secara sukarela tanpa persetujuan menteri keuangan yang beralih ke OJK.

Pengajuan permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi sudah terjadi di Indonesia sejak berdirinya Pengadilan Niaga. Perusahaan Asuransi, bila dianalogikan sama dengan Bank, juga berfungsi sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat dengan jumlah nasabah yang cukup besar. Oleh karenanya, proses kepailitan terhadap perusahaan asuransi menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah memiliki kepentingan jika sudah menyangkut dana masyarakat.
Menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU No. 37/2004”) bahwa ada syarat-syarat untuk mengajukan pengajuan pailit terhadap debitor-debitor tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), sebagai berikut:

  • Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
  • Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
  • Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Perusahaan Asuransi merupakan bagian dari debitor tertentu yang bergerak di bidang publik, yang mana pengajuan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Bila Menteri Keuangan sudah mengajukan pernyataan pailit, Pengadilan Niaga harus mengabulkan permohonan pailit yang sebelumnya sudah memenuhi tiga unsur pernyataan pailit, yang persyaratannya menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU No 37/2004, yaitu:

  1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan “Kreditor” di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;
  2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase; dan
  3. Kedua hal tersebut di atas harus dapat dibuktikan secara sederhana.

Pada tahun 2010, terdapat Perusahaan Asuransi yang mengajukan permohonan palit terhadap dirinya sendiri secara sukarela. Pada saat itu perusahaan tersebut telah dicabut izin usahanya. Namun, Pengadilan Niaga menolak permohonan tersebut, dan putusan ini dikuatkan hingga di tingkat kasasi.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) berpendapat, pemohon tidak mempunyai legalitas dalam mengajukan permohonan. Sebagai perusahaan asuransi di bidang  kerugian dan reasuransi kerugian, pengajuan permohonan pailit tunduk pada ketentuan khusus yang mengatur mengenai kepailitan perusahaan asuransi.

Sebagaimana Pasal 2 ayat (5) UU No. 37/2004 telah diatur “Dalam hal debitur adalah perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, danan pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.”
Dan Pasal 20 ayat (1) UU No. 2 /1992  tentang usaha perasuransian menyebutkan bahwa “dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri, berdasarkan kepentingan umum, dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit”.

Persetujuan dari Menteri Keuangan ini membatasi tindakan perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya dalam hal mengajukan permohonan pailit secara sukarela. Hal ini dilakukan Menteri Keuangan bertujuan demi mengedepankan kepentingan umum maupun sebagai perlindungan hukum bagi nasabah-nasabah perusahaan asuransi yang bersangkutan.

Sejak hadirnya UU No. 21/2011 tentang OJK yang fungsinya menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dengan demikian kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”) beralih menjadi kewenangan OJK berdasarkan UU Perasuransian.

BP Lawyers dapat membantu anda

Kami dapat membantu anda dalam memberikan solusi terbaik atas permasalahan atau perselisihan hubungan industrial dalam perusahaan anda. Anda dapat menghubungi kami melalui ask@bplawyers.co.id atau +62 821 1000 4741